Aku sudah sering
merasakan ini. Seperti terbuang sia sia disaat aku merasa aku yang paling
berharga. Dulu, aku tak pernah berfikir akan bisa sedekat itu dengan bintang
yang nyalanya tak begitu terang namun tetap ingin aku raih. Aku tak pernah
berfikir bisa mendengarkan suara kicauan indah dari burung kecil lucu yang
dianggap orang tak istimewa, karena aku tinggal di tempat yang amat jauh dari
burung itu.
Ya, aku memang tidak pernah
berfikir bisa mengenal dirinya sedekat itu. Bagiku , melihatnya dari jauh dan
mendengar suaranya yang tak merdu itu sudah sangat cukup. Aku tak perlu berada
didekatnya setiap kali aku merindukannya. Aku cukup memperhatikan gerak
geriknya dari sebuah lubang kecil yang takkan pernah ia sadari keberadaannya.
Tapi dikala aku
sudah menyadari dimana letak keberadaanku sebenarnya, ia datang. Membawa sejuta
perasaan semu yang sewaktu waktu bisa melahap habis hatiku yang tak berperisai
ini. Yah, dia melakukannya. Dia membuat pikiran pikiran sederhanaku melanglang
buana mencari pembenaran atas sikapnya. Berjalan kemana dia membawanya. Bahkan
walaupun dia membawa pikiran ku ke tempat yang seharusnya tak pernah aku
datangi, tempat yang hanya boleh didatangi oleh dua hati yang jelas jelas saling bertautan. Bukan dua hati
yang salah satunya di permainkan.
Aku terlalu bodoh
memang, namun bagaimana lagi. Aku menikmati kepedihan ini. Aku menikmatinya,
setiap perlakuannya yang oleh pikiranku diartikan berbeda. Yang oleh hatiku di
artikan istimewa, yang oleh perasaanku diartikan menyenangkan. Yah, itulah aku,
seorang perempuan bodoh yang tak tau harus apa disaat datang sebuah harapan
semu.