Pages

Senin, 09 Juli 2012

Ketika menunggu itu sebuah pilihan



Awalnya, yah awalnya memang terlihat sangat tidak menarik. Namun, entah mengapa sesuatu yang sangat tidak menarik itu perlahan menggetarkan salah satu sudut di dalam sana,  di dalam hati yang awalnya kosong. Kosong bagai sebuah gelas tak berisi. Perlahan , entah sejak kapan. Hati yang awalnya kosong itu mulai menampakan sedikit tanda tanda kehidupan. Walau tak seberapa. Namun ada sebongkah harapan tergantung disana, sebuah pengharapan yang memang tidak di harapkan.  Ada setetes air yang mengisi gelas kosong itu. Walau tetap tak terlihat.

Mungkin karena sebongkah harapan dan sedikit air itu, perlahan hati ini mulai berontak. Dan meminta haknya. Meminta agar sebongkah harapan itu menjadi kenyataan. Dan setetes air itu menjadi penuh hingga akhirnya luber. Tapi, apa daya. Sang pemiliknya tak kuasa untuk mewujudkan harapan itu, tak kuasa untuk meluberkan air di dalam gelas itu. Ia masih ragu, masih tidak yakin dengan apa yang hatinya yakini.

Hingga suatu saat, saat hati itu perlahan mulai mengerti tentang keadaan sang pemilik. Saat gelas itu mulai tahu diri dan tak meminta air dipenuhkan. Saat sang pemilik benar-benar menyerah dan menganggap sesuatu yang awalnya tidak menarik itu hanya sebuah pengharapan sia-sia. Saat itulah, sesuatu yang tidak menarik namun berubah menjadi menarik itu datang dan menyilaukan segalanya.

Dia datang membawa bingkisan harapan yang terbungkus dengan sangat cantiknya. Indah, nyaris tanpa cacat. Saat itu pula, hati yang hampir putus asa kembali bangkit. Kembali meminta haknya. sang gelas pun kembali merengek seperti bayi. Dan kali ini, sang pemilik pun mulai kehilangan pijakan yang selama ini dia yakini. Dia mulai yakin bahwa , sesuatu itu SANGAT MUNGKIN untuk didapatkan.

Sekarang  disaat ketiganya berjalan pada satu jalan. Sang hati mulai percaya diri dengan kenyataan yang akan di dapatnya. Sang gelas mulai meyakini pada air yang akan mengisi ruangnya. Dan sang pemilik yang mulai yakin akan mendapatkan sesuatu yang sangat menarik itu. Saat itu pula, sesuatu yang sangat menarik itu benar-benar mengacaukan semuanya. Merusak bingkisan harapan yang sebelumnya dibawanya. Menghancurkan bongkahan harapan yang dimiliki sang hati. Menumpahkan isi air dan bahkan memecahkan sang gelas. Dan yang lebih fatal, dia telah menguras ribuan tetes air mata sang pemilik yang terbuang tanpa bisa dihalang..

Kini ketiganya juga berjalan pada satu jalan yang sama. Yakni jalan keputus asaan. Mereka menyerah dan memilih untuk membuang jauh jauh harapan yang selama ini mereka harapan. Sang hati kembali menjadi kosong, sang gelas kembali tak terisi, dan sang pemilik kembali diam dalam sunyi. Kali ini bukan keraguan yang ia rasakan, namun hanya sebuah perasaan yang tak jelas apa maksudnya.  Ia diam, walau tak sepenuhnya diam. Ia menyerah, walau tak seutuhnya menyerah. Ia tetap bertahan, ia tetap menunggu. Tanpa sepengetahuan sang hati dan sang gelas.

Bagi sang pemilik yang kini telah tak jelas lagi bentuk perasaannya, yang tak utuh lagi kepekaan hatinya, yang tak bersisa lagi air matanya dan yang tak nyaman lagi zona nyamannya, menunggu adalah pilihan tepat. Menunggu sebuah kepastian yang sebenarnya pun tak pasti. Menunggu sebuah kejelasan yang sesungguhnya pun tak jelas.  Karena sang penarik perhatian pernah berkata sebelum merusak bingkisan harapan itu “maaf, suatu saat akan ku ceritakan padamu”. Dan sang pemilik hati serta gelas itu yakin, suatu saat sang penarik perhatian itu pasti akan memastikan semuanya, menjelaskan segalanya, dan menyudahi tangisannya. Pasti. Walau entah kapan.                                                                                          
-sang pemilik hati dan gelas-